Senin, 12 Mei 2008

Mutiara Kehidupan yang Paling Berharga


Tanggal 20 November diperingati sebagai hari anak-anak sedunia. Pada tanggal ini kita diajak untuk meninjau kembali sejauh mana kita memperlakukan anak-anak kita, sejauh mana kita dapat memberikan rasa aman dan perlindungan kepada mereka, serta sejauh mana kita memperhatikan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan mereka.Ternyata, dari tahun ke tahun, kita perlu mengakui bahwa perhatian kepada anak-anak tidak lebih penting daripada perhatian kita terhadap perkembangan kapitalisme yang semakin kompleks atau perhatian kita terhadap pengorganisasian kekuatan militer yang semakin birokratis. Dari tahun ke tahun, anak-anak sekadar menjadi objek dan korban dari kepentingan orang yang lebih tua.

Ketika dalam kandungan Bunda Maria, bayi Yesus pun sudah mengalami hal ini. Atas perintah Herodes, pengejaran dilakukan untuk menghabisi bayi-bayi yang baru dilahirkan. Herodes yang mengidap megalomania itu takut jika kelak di antara bayi-bayi yang dilahirkan itu, muncullah seorang pemimpin yang disembah oleh rakyat. Herodes melihat hal ini sebagai sebuah ancaman bagi singgasana dan tahtanya. Suasana yang hampir sama pun kini terjadi kembali. Ada di antara mereka yang mungkin mengalami pengejaran sebagaimana dialami oleh Yesus. Karena konflik dan perang yang berkepanjangan, mereka menjadi pengungsi yang telah terusir dan terengut dari tanah airnya sendiri. Demi keselamatan hidup, mereka seringkali terpisah dari orang-orang tercinta. Anak-anak yang tidak berdosa ini diungsikan beribu-ribu mil dari kampung halaman mereka menuju sebuah tempat asing.

Namun, ada pula di antara mereka yang tidak mengalami pengejaran tersebut. Mereka itu diantaranya adalah anak-anak belasan tahun yang berdiri di Jalur Gaza, reruntuhan kota di Mogadishu, atau daerah konflik lain yang gelap. Siapa bilang mereka ini lebih beruntung daripada mereka yang harus menjadi pengungsi? Tidak ada seorang pun yang lebih beruntung. Anak-anak itu justru berkontak langsung dengan suasana perang yang sesungguhnya. Setiap hari mereka harus memegang M-16, mencium bau mesiu, dan mengalungi ratusan peluru yang selalu siap meledak. Anak-anak itu harus sudah mengenali kematian secara langsung di depan mata mereka. Oleh perang, mereka diajarkan untuk memaksimalkan insting mereka untuk bertahan hidup. Membunuh atau dibunuh!

Sementara itu, di belahan dunia yang lain, kita masih dapat menyaksikan pula bagaimana wabah kelaparan merengut berjuta-juta anak. Dilaporkan bahwa setiap hari, lebih dari 40.000 anak meninggal akibat kurang gizi atau penyakit yang sebenarnya mudah dicegah. Dilaporkan pula bahwa setiap menit 30 anak meninggal karena kekurangan pangan dan obat murah. Fasilitas kesehatan dan tenaga-tenaga medis untuk menangani hal ini seringkali menjadi opsi terakhir sesudah peralatan militer dipenuhi. Budget bagi kesehatan dalam setiap rencana anggaran yang terdapat di negara berkembang selalu berada di urutan terendah dibandingkan kepentingan militer atau urusan pemerintah yang lain. Akibatnya, dunia ini dipenuhi oleh berbagai tragedi yang menimpa anak-anak. Setiap tahun, dikabarkan, 120.000 anak lahir cacat mental karena kekurangan yodium. Setiap tahun, dinyatakan, 250.000 anak menjadi buta karena kekurangan vitamin A.

Litani penderitaan yang dialami oleh anak-anak ini semakin hari semakin memuncak. Selain minimnya pendidikan bagi mereka, perang tetap menjadi bahaya yang paling mengancam masa depan mereka. Selama 10 tahun terakhir, dilaporkan, enam juta anak-anak menjadi cacat dan dua belas juta menjadi gelandangan. Mereka hidup seperti mayat hidup, tanpa harapan dan tujuan yang jelas. Masalah lainnya yang sangat krusial untuk diperhatikan adalah semakin maraknya eksploitasi terhadap anak-anak di bidang ekonomi. Diperkirakan 200 juta anak terpaksa bekerja dengan upah di bawah rata-rata. Seiring dengan perkembangan kapitalisme, roda produksi membutuhkan banyak tenaga yang dapat dibayar murah. Anak-anak dipandang sebagai objek yang dapat memenuhi permintaan itu.

Melalui perekrutan yang sangat mudah, mereka dipekerjakan. Mereka diberi iming-iming yang sesungguhnya sangat tidak sepadan dengan apa yang harus mereka lakukan. Tidak jarang, mereka diculik, dipaksa, dan bahkan disiksa agar mereka dapat bekerja. Modus yang sering terjadi adalah bahwa mereka secara ilegal diselundupkan dan ditempatkan di berbagai tempat yang sangat jauh dari tempat asal mereka. Sektor pekerjaan yang harus mereka lakukan pun beragam. Mereka harus bekerja sebagai kuli di pelabuhan, buruh di pabrik, atau pelacur di berbagai rumah bordil! Pekerjaan terakhir itu menjadi masalah yang semakin marak di berbagai negara dunia ketiga. Oleh PBB dilaporkan bahwa satu juta anak terpaksa menjadi pelacur setiap tahunnya. Celakanya, kebanyakan dari mereka terjangkit penyakit HIV/AIDS.

Ada banyak hal yang menyebabkan anak-anak usia belasan tahun ini masuk ke dalam dunia pelacuran. Kemiskinan struktural yang dialami oleh masyarakat merupakan salah satu penyebab mengapa mereka berada dalam lorong gelap itu. Pelacuran dari abad ke abad dianggap sebagai sebuah cara untuk mengatasi kemiskinan itu. Anggapan ini tentu saja sangat fatal! Namun, tidak dilupakan pula bahwa kemajuan teknologi media hiburan di dunia ini perlu bertanggung jawab terhadap permasalahan itu. Terjadinya pelacuran anak-anak, disadari atau tidak, diperkuat oleh kemajuan teknologi ini karena di sanalah mimpi-mimpi tentang keberhasilan para urban ditawarkan.

Pelecehan seksual terhadap anak, perdagangan bayi, dan perdagangan organ tubuh anak pun menjadi masalah lain yang tidak dapat dipandang enteng. Mereka pun masih mengintai anak-anak kita. Apa yang harus dilakukan jika demikian? Apakah keluarga masih bisa menjadi jawaban dari berbagai permasalahan itu? Apakah keluarga masih bisa menjadi tempat yang aman bagi anak-anak kita untuk tumbuh dan berkembang secara wajar? Bagaimanakah peran agama dalam situasi seperti itu? Apakah agama masih dapat berperan sebagai salah satu tameng pelindung mereka? Anak-anak adalah mutiara yang paling berharga bagi kehidupan ini. Ketika mereka menangis dan sedih, alam pun runtuh. Namun ketika mereka bernyanyi dan tersenyum, kehidupan yang lebih baru ditawarkan bagi dunia.

Tidak ada komentar: