Kamis, 22 Mei 2008

Bukan Angkatan Setengah Hati! Sebuah Ode untuk "Barudak 12 UN".



Satu hari setelah Ujian Nasional Bahasa Indonesia diadakan, saya dikejutkan oleh berita yang tidak enak. Sebuah sekolah di Jawa Timur dikepung oleh sejumlah pasukan antiteroris Detasemen 88! Konon kabarnya, para aparat telah mencium sebuah konspirasi besar dalam menyukseskan Ujian Nasional. Baru kali ini, saya membaca, senjata-senjata mesin otomatis milik aparat diacungkan kepada sejumlah guru yang ingin anak didiknya lulus walafiat!

Jarak antara kita dengan berita yang tidak menyenangkan itu mungkin beratus-ratus kilometer. Namun, jarak kepanikan kita terhadap Ujian Nasional ini hanya sejengkal jari. Begitu dekat. Saya, yang ditunjuk oleh sekolah sebagai wali kelas 12 UN, sejak awal sudah merasakan detak itu. Ujian Nasional seolah-olah menjadi lonceng kematian bagi kita semua.

Pada awalnya di dalam kelas ini terdapat enam belas siswa dan satu penggembira. Jujur, hanya tiga orang siswa yang saya kenal, Rendy, Senna, dan Denica. Saya kenal Rendy sejak sekolah masih berada di Puri Indah. Hampir setiap hari kami selalu berpapasan, terutama ketika hendak ke kamar kecil. Sementara Senna, saya kenali hanya dari poster-poster yang dipasang oleh sekolah sebagai sarana promosi dan propaganda. Sedangkan Denica sudah sungguh sangat terkenal di antara guru sebagai siswa “ngeyel” dan langganan SAM.

Namun, setelah dua-tiga bulan, di dalam kelas ini sudah terbentuk sebuah konspirasi canggih antara murid dengan guru! Tentu saja, bukan untuk melakukan makar terhadap negara, tetapi sukses bersama dalam Ujian Nasional. Ini kehendak yang sangat mulia, meski perlu diakui, punya risiko yang cukup besar. Konspirasi ini membuat murid dan guru saling mengenal. Tidak sulit untuk mulai menghapal nama atau kebiasaan masing-masing. Pertemuan yang intens dan super instant ini menciptakan sebuah gaya komunikasi yang bersifat simbiosis mutualisma. Pasalnya, waktu selalu mengejar dan detak kepanikan semakin hari semakin terasa dalam dada kami!

Seturut jalannya waktu, jumlah young gunners yang bertahan tinggal empat belas. Dua orang teman telah memilih jalan lain. Namun, bukan berarti tanpa masalah. Beberapa orang IPS mau tidak mau harus bergabung dengan teman-teman IPA. Ini jelas kasus yang pelik dan berisiko. Namun, the show must go on! Saya dibuat trenyuh oleh persaudaraan kalian. Aura kebersamaan telah menyelamatkan harapan yang mulai kandas. Salut!

Kini, tinggal menunggu sejumput waktu! Kerja keras kalian telah diaktualkan. Doa-doa pun telah dipanjatkan dengan sepenuh hati. Angkatan ini sudah mau ber-peregrinasi bersama Tuhan Yesus menuju Golgota. Tidak ada teologi sukses dalam kebangkitan, tentunya! Semoga kabar gembira akan terekam dalam hape kalian, tanggal 14 Juni 2008, nanti. Sukses selalu, saya doakan. Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar: